Selesai berbicara melalui telepon sang ayah kembali keluar dan dia sangat kaget ketika melihat mobilnya menjadi rusak. Terlebih lagi itu mobil mahal dan untuk memperbaiki cat mobil tentu akan menelan biaya yang sangat mahal. Sang ayah menjadi emosi dan kemudian menghajar anaknya dengan sebatang ranting pohon. Dia menarik tangan anaknya dan memukuli jari-jari anaknya sampai berdarah. Setelah kejadian itu sang anak sangat takut dengan ayahnya dan sehari-hari dia hanya mau berkumpul dengan pembantunya.
Suatu ketika sang anak demam dan dilarikan ke rumah sakit. Berita yang tak terduga disampaikan dokter bahwa kedua tangan anak itu mengalami pembusukan dan harus segera diamputasi.
Saudara, kira-kira apa yang dirasakan sang ayah setelah kejadian itu? Ya, penyesalan yang sangat luar biasa. Sang ayah tentu sangat menyesal dan kalau saja dia sedikit lebih sabar maka hal saperti itu tidak akan terjadi. Namun apa boleh dikata, nasi sudah menjadi bubur. Penyesalan tidak akan mengembalikan tangan sang anak seperti sedia kala.
Seringkali kita dihadapkan pada situasi yang membuat kita terbawa emosi. Kita lalu menuruti ego kita tanpa mengontrolnya sama sekali. Pada suatu titik kita merasa puas akan tetapi setelah itu sebuah rasa penyesalan yang muncul.
Sesuatu yang paling sulit sebenarnya adalah bagaimana kita bisa menata hati. Menjaga perasaan kita dalam lingkungan apapun dan dalam situasi apapun. Terkadang kita mengalah dan merasa bahwa kita kalah, akan tetapi sebenarnya apabila kita bisa menjaga tiap buah roh, kita bukan hanya menjadi seorang pemenang tapi lebih dari pemenang. Kita boleh kalah dan rendah dihadapan manusia, akan tetapi dihadapan Tuhan kita boleh ditinggikan.
Dalam lingkungan apapun, dalam kehidupan bertetangga, lingkungan sekolah, lingkungan pekerjaan, hilangkan setiap rasa iri, dengki. Ingat saudara kesabaran itu pasti akan berbuah manis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar